Posted by: rario | 2018/07/23

*Kembali ke Indonesia Mengembangkan Nanoteknologi utk Kemandirian Bangsa*

Biografi Teknologis Prof. Dr. Nurul Taufiqu Rochman, B. Eng., M. Eng., PhD.

Diedit oleh Suherman

Nurul Taufiqu Rochman atau dikenal dg sebutan Nurul, dilahirkan di Malang pd tanggal 5 Agustus 1970 dari keluarga yg sangat sederhana. Sejak kecil, orangtuanya tdk mengajarinya utk berleha-leha apalagi hidup penuh kemanjaan. Membuat es lilin, kripik pedas, berjualan buah kupas, memasak & membersihkan rumah adalah pekerjaan sehari-hari yg ditugaskan Ortunya supaya NTR kelak terbiasa hidup mandiri & menikmati hasil dari keringat sendiri. Semangat belajar tdk dibiarkan padam oleh keterbatasan fasilitas. Sambil bekerja Nurul masih bisa bermain dg teman sebayanya & juga mencuri waktu utk terus belajar. Maka sambil jualan gorengan & membungkus es lilin dia simpan buku di sampingnya supaya bisa terus membaca. Sejak kecil Nurul sudah menyadari bhw membaca adalah instrumen utama utk meraih pengetahuan. Nurul belajar tdk hanya di bangku sekolah akan tetapi juga belajar langsung dari kehidupan yg penuh dg peluh & kesah.
Setelah lulus SMA Nurul harus hijrah ke Bandung krn diterima di jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Bandung (ITB). Waktu itu, bisa kuliah di ITB adalah suatu prestasi yg luar biasa krn ITB adalah salah satu perguruan tinggi yg sangat prestisius di tanah air. Berkat keuletan & keenceran otaknya Nurul bisa dg mudah menembusnya. Akan tetapi kuliah di ITB hanya dijalaninya selama 3 bulan saja krn Nurul beruntung mendapatkan kesempatan mengikuti program BJ Habibie yg bernama STMPD II ( _Science & Technology Man Power Development Program_) utk sekolah di Jepang. Setelah belajar Bahasa Jepang selama 6 bulan di Jakarta, pd tahun 1990 Nurul berangkat ke Negeri Sakura.
Tahun pertama di Jepang, Nurul melanjutkan belajar bahasa Jepang di Tokyo selama satu tahun. Kemudian, di tahun 1991, Nurul pindah ke Propinsi Kagoshima krn diterima di Universitas Kagoshima dalam bidang Teknik Mesin dg penjurusan Teknik Material & Rekayasa Produksi. Nurul dapat menyelesaikan kuliah S-1 (1995), S-2 (1997) & S-3 (2000) di Universitas Kagoshima dg predikat _cum laude_.
Menurut Nurul, Habibie lah yg telah mengubah jalan kehidupannya. Nurul menganggap Bapak Teknologi Indonesia itulah yg memberi segala inspirasi serta membuka jalan hidupnya. Ia juga ingin spt Habibie. “Beberapa waktu lalu, ketika ada perkumpulan di rumah Beliau, Beliau (Habibie) menerangkan ttg teknologi pesawat benar² sangat detail. Pak presiden ke-3 kita ini memang benar² _scientist_ banget” ujar Nurul.
Keuletan sbg peneliti nano & menyalurkan hasil karyanya di dunia industri sudah terlihat sejak Nurul masih menempuh studi di Jepang. Nurul mulai meneliti nanoteknologi pd semester VII program sarjana di Kagoshima University. Sebagaimana prinsip dasar nanoteknologi utk mengendalikan sifat material, Nurul juga gigih berusaha mengendalikan hidupnya. Setamat program doktor di Jepang, dia tak langsung pulang ke RI. Ia lalu memutuskan bekerja dulu di Pusat Penelitian Daerah Propinsi Kagoshima, Jepang, guna mengumpulkan modal sekaligus membina jaringan. Misi lain bekerja di tempat tsb adalah utk menyelami & memahami budaya kerja juga utk mempelajari bagaimana peneliti berinteraksi dg industri. ”Saya ingin tinggal di Jepang dulu. Mempelajari bagaimana budaya hidup mereka shg bisa menjadi negara maju.”
Nurul bekerja di industri Jepang sbg konsultan riset & pengembangan ( _research & development_) selama setahun & bekerja selama 3 tahun di Pusat Penelitian Daerah Jepang sbg peneliti istimewa. ”Selama 3 tahun saya bekerja spt PNS (pegawai negeri sipil) di sana,” kenang pria yg bertampang serius tapi suka humor ini. Selain itu, Nurul menjadi _advisor_ (Pembina) pd proyek Konsorsium Daerah di Khusyu, Jepang 2002-2003. Statusnya waktu itu semi pegawai negeri pusat Jepang yg ditempatkan di Kagoshima, daerah yg memiliki 5.000 industri kecil & menengah. Tugasnya sbg konsultan atas permasalahan dunia industri Propinsi Kagoshima.
Selama bekerja di Kagoshima prestasinya dinilai mencengangkan. Dia menemukan cara membersihkan logam berat timbal (Pb: timah hitam) dari paduan tembaga termasuk kuningan. Dg temuan ini, Nurul bisa membuat jutaan meter limbah kuningan di Jepang menjadi bernilai tinggi. Nurul mengatakan, di Jepang ada regulasi yg mengatur bhw logam yg dijual di pasaran harus bebas dari kandungan timah hitam. Di RI regulasi spt itu belum ada. Padahal, kandungan timah hitam dalam besi sgt berbahaya bagi kesehatan manusia dalam jangka panjang. Dampaknya, bisa mengakibatkan gangguan kesuburan, parkinson, & gangguan otak. Temuan ini dipatenkan, dg namanya tercantum sbg penemu utama, membawahi 2 profesor & 4 anggota peneliti lain. Di Jepang, temuan² Nurul diapresiasi sgt baik. Tawaran menetap & menjadi pegawai dg iming² gaji jauh lebih besar terus menghampirinya, tetapi dia tak bergeming pd pendiriannya utk memilih pulang.
Pd sa’at bekerja di Jepang tsb, kebetulan Nurul masuk ke tim projek divisi material. Dia bekerja dg sebuah _team work_ yg kuat yg tertata dalam bentuk sistem yg terintigrasi. “Begitu saya masuk ke dunia sistem yg sudah terintegrasi yg mapan kita langsung unggul di situ. Nilai² kita dg yg lain sbg sebuah sistem jauh melebihi nilai sbg individu. Di Jepang terkenal dg istilah *Medatsu tataki* yg artinya adalah ‘yg muncul dipukuli’. Intinya mereka mengajak kesiapan dari _team work_ supaya selalu bekerja bersama-sama, maju bersama-sama. Inilah nilai keunggulan mereka. Tetapi _person to person_ kita bisa saja jauh lebih handal dibanding mereka.” Lembaga riset & pengembangan tempat bekerja Nurul adalah gudangnya peneliti utk melakukan segala bentuk penelitian. Mereka ditarget membuat penelitian yg bisa disalurkan ke 5.000 unit usaha kecil & menengah (UKM) di seantero Kagoshima.
Setelah cukup lama studi & mencari pengalaman kerja di Negeri Matahari Terbit, Nurul menyimpulkan, banyak budaya masyarakat Jepang yg patut ditiru. Misalnya *budaya kesolidan tim*. Juga soal *bekerja yg efektif & efisien*. ”Di sana kalau kita menonjol sendiri malah dipentungi (dipukuli, Red),” ungkapnya.
Bekerja di lembaga riset Jepang membuat Nurul hafal strategi menyalurkan hasil penelitiannya ke dunia industri. Dia berharap rencana pemerintah RI membuat Sains Techno Park (STP) di beberapa daerah bisa menjembatani kegiatan penelitian dg kebutuhan industri di daerah setempat. Shg hasil penelitian dari para ahli dapat lebih berdaya guna. Tdk spt sekarang, yg banyak berhenti menjadi _paper_ & laporan hasil penelitian yg menumpuk di rak² perpustakaan.
Tahun 2004, Nurul berkeinginan utk kembali ke RI. Niatnya itu menjadi bahan cibiran beberapa teman yg sudah merasakan nikmatnya bekerja di Jepang. Temannya mengingatkan ttg kurangnya penghargaan pemerintah thd para ilmuwan & juga sedikitnya perhatian pemerintah RI thd perkembangn ilmu pengetahuan & teknologi shg terjadi fenomena *_brain drain_*. Temannya juga mengingatkan ttg kedudukan Nurul yg sudah mapan dg gaji yg cukup besar. Selain itu dia mendapat tawaran visa tinggal tetap (seumur hidup). Namun, tekad kuat untuk mengabdi di RI mengalahkan berbagai tawaran kenyamanan tsb. Pd akhirnya Nurul meninggalkan Jepang & mulai mengabdi di RI. Dirinya menilai RI mempunyai potensi alam yg luar biasa besar. Potensi tsb, jika diolah tentu bisa menghasilkan produk yg mampu menciptakaan kesejahteraan.
Nurul kembali ke tanah air setelah 14 tahun belajar & berkarya di Jepang. Di Jepang, dia pun menggoreskan tinta emas sejarah inovasi krn nama Nurul dicatat sbg “pembongkar” paten pemurnian logam yg dipegang perusahaan manufaktur besar, Perusahaan Kobe Steel. Berbagai godaan yg menawarkan kenyamam hidup tdk berhasil utk mencegah dirinya utk kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Pd akhirnya, dg tekad yg sudah bulat, ia memilih utk pulang dg 1 alasan, *“Sedih saya, Indonesia kerap diberitakan buruk,”* ujarnya singkat namun cukup mengharukan.
Dia memiliki sedikit tabungan pd sa’at pulang. Sbg bekal mengawali merealisasikaan idealisme utk membangun nanoteknologi di Indonesia. Nurul telah siap berjuang dari awal di negeri sendiri. Tantangan pertama langsung menyambutnya begitu tiba di kantornya. Di sana ia hanya mendapatkan fasilitas meja & kursi plus mesin bubut. Berbeda dg ketika di Jepang yg fasilitas penelitiannya sgt lengkap, alat karakterisasi yg canggih & mahal. Disambut dgw fasilitas yg spt itu Nurul tdk berkecil hati, malah dianggapnya sbg sebuah bentuk penghormatan krn nya dirinya sudah beruntung disekolahkan oleh pemerintah ke salah satu negara maju dapat melanjutkan sampai jenjang yg paling tinggi. “Tapi saya rasa itu tantangannya” gumannya.
Sekali layar terkembang, pantang surut kembali. Dg hanya membeli komponen di Glodok, Jakarta. Ia berhasil menciptakan alat pembuat partikel nano. “Seperti latihan pedang si Zorro. Fokus & konsisten.” Tegasnya.
Bermodal sebuah bengkel yg ada di kantornya, Nurul pun berpikir utk memulai penelitian dg membuat alat² penelitian spt _high energy milling_ utk memproses sumber daya alam RI menjadi partikel nano. Dg semangat *bushido* yg diwarisinya dari budaya Jepang, dia bekerja siang malam demi menggapai obsesinya. Sampai sekarang Nurul & timnya terbiasa pulang malam dari kantornya yg senyap. Ruang kerja yg luasnya hanya sekitar 40 meter persegi ia bagi bersama rekan²nya. Dari segala keterbatasan itulah Nurul & timnya bisa menghasilkan alat yg dapat memproduksi partikel nano. Dia hanya mematenkan alatnya dg tujuan hanya melindungi temuannya & membebaskan peneliti lain utk memanfa’atkannya. “Dulu di Jepang saya terbiasa membuat berbagai alat, tapi tdk saya patenkan krn utk keperluan penelitian sendiri. Tapi ketika di RI, saya patenkan krn utk melindungi dari jiplakan orang lain.” katanya. Dia juga sudah memantapkan diri utk penghasilkan penelitian² yg membumi. Memang, utk semua itu “Tetap butuh penelitian terdepan, kira² 50%-lah _frontier_. Itu pun harus dg arah yg jelas. Kalau saya, kira² _two step ahead_. Enggak ketinggian banget, tapi masih bisa diaplikasikan”.
Nurul masih terus teringat dg pesan² dari profesornya sebelum pulang ke RI, “Pekerjaan yg akan kamu lakukan itu banyak sekali ( _Yaru koto ha takusan aru_), makanya harus dimulai dari yg kecil ( _cisai koto kara hajimaru_). Jadi, kita harus *memulai dari yg kecil² utk bisa menciptakan kesuksesan² yg akan terus menjadi pijakan² menuju pencapaian kesuksesan² yg lebih besar*.” Itulah pesan sang profesor yg terus diingatnya sampai sekarang. Nurul mengawali pekerjaan²nya dari hal² yg sederhana. Langkah pertama yg dilakukan Nurul adalah membuat *tim yg solid*, krn tanpa tim dia tdk akan menghasilkan pekerjaan² yg besar. Urgensi pembentukan tim itulah yg dia pelajari di Jepang & ingin di terapkannya di RI. Susana kerja tim di Jepang masih terasa.
Dahulu dia memasuki Jepang seperti masuki belantara & ternyata ketika pulangpun Nurul juga seperti memasuki hutan yg lebih lebat lagi krn tantangan yg lebih besar. Berbagai macam konsep & teori yg dia miliki tdk dg mudah bisa langsung diaplikasikan (adopsi) akan tetapi harus ada sebuah proses adaptasi terlebih dahulu.
Setelah kembali ke RI, Nurul tdk pernah diam. Kesehariannya diisi dg *kerja, kerja, & kerja*. Hal pertama yg dia pikirkan adalah bagaimana membuat alat dg mesin² yg ada dibengkelnya. Beruntung dia memiliki banyak teman yg ahli dalam bidang perbengkelan. Berdiskusi di setiap waktu & di setiap tempat, akhirnya terciptalah berbagai macam peralatan pembuatan partikel nano. Sementara dia bersikap realistis, kalau dahulu dia selalu berorientasi menciptakan produk² riset yg _high value_, dg melihat kondisi industri di RI akhirnya dia berkompromi dg realitas. “Gak usah yg canggih² dulu,” ujarnya. Maka lahirlah peralatan² “sederhana” yg penting dapat bermanfa’at bagi dirinya, para peneliti, & terutama untuk industri. Dan dimulai dari peralatan inilah akhirnya Nurul menuai banyak pencapaian. Alat yg dia ciptakan berupa mesin pembuat _powder_ (partikel) dg ukuran nanometer. _Powder_ samacam inilah yg banyak diperlukan oleh industri.
Dari porses ini juga Nurul semakin tersadarkan bhw apa yg dia pelajari di Jepang ternyata benar bhw semuanya bermula dari material. “Ketika saya membelajari material di Kagoshima University, saya baru memahami semuanya bermuara di penguasaan material. Saya perdalam ilmu material & saya melihat ternyata ilmu material di RI itu sangat lemah sekali. Apalagi di industri², bahan bakunya pasti impor. Pd akhirnya yg muncul adalah memang material yg berkualitas yg memliki nilai tambah sangat tinggi yaitu material yg diproses dg nanoteknologi.” ungkapnya
Ilmu yg dipelajari oleh Nurul sebenarnya bukan hanya nanoteknologi, akan tetapi dia melihat bhw sekarang ini yg sangat potensial utk dikembangkan & dapat berinteraksi langsung dg industri adalah nanoteknologi. Bukan hanya industri dalam negeri, akan tetapi juga dg industri luar negeri dimana kita bisa menjadi _leading sector_-nya. Oleh krn itu, Nurul semakin giat menciptakan peralatan² yg mengarah kpd keunggulan nanoteknologi. Dari 19 paten & hak cipta yg dimilikinya, separuhnya adalah berkenaan dg bagaimana menciptakan material berkarakter nano.
Untuk meraih obsesi itu maka Nurul menggerakkan timnya utk berevolusi menuju ke arah sana. Nurul tdk mau hasil² penelitian atau paten²nya hanya sekedar bermuara di kertas tulisan yg menghiasi perpustakaan. Itu yg membedakan Nurul & timnya dari peneliti lainnya. “Pokoknya apa yg sudah kami patenkan itu harus menjadi produk, harus ada di _market_, harus bisa digunakan atau dirasakan oleh masyarakat. Itulah kebanggaan kita, baru kita mengatakan kita sukses.”
Tak hanya menghidupkan laboratorium nanoteknologi di LIPI, dia pun berusaha membangkitkan nanoteknologi di RI. Ia mendirikan Masyarakat Nano Indonesia (MNI) & menggandeng universitas, lembaga penelitian, hingga industri utk mengembangkan nanoteknologi.
Ia juga menciptakan Nano-Edu, paket pengajaran nanoteknologi utk pelajar, berisi buku & alat peraga. Menurutnya, anak² harus dikenalkan sejak dini dg nanoteknologi. Alat peraga Nano-Edu sudah dibeli dari Jepang sebanyak 300 paket utk menunjang pendidikan di sana, tetapi di Indonesia belum sepenuhnya dipakai.
Nurul menganalisis bhw dalam struktur _Gross National Product_ RI bhw selama tahun 2008 impor bahan baku setengah jadi yg diimpor dari China nilainya melebihi angka 100 triliun rupiah. Itu adalah impor bahan baku setengah jadi yaitu bahan olahan dari sumber² bahan baku yg berasal dari negara kita, spt mineral & tumbuhan herbal spt tanaman kunyit. Kunyit, & juga jahe, kita ekspor dalam bentuk yg sudah dikeringkan dg harga hanya sekitar Rp 6000 sampai Rp10.000 per kilogram dg proses yg panjang. Di negeri China bahan tsb diproses untuk dijadikan _powder_. Kemudian _powder_ tsb dijual kembali ke Indonesia dg harga relatif mahal mencapai 10 bahankan 100 kali dari harga bahan bakunya. Keuntungan yg sgt luar biasa besarnya bagi China.
“Inilah yg ingin saya lakukan utk Indonesia” kata Nurul utk menjelaskan bhw hanya sekedar membuat _powder_ tdk usah lagi sampai menggunakan jasa teknologi luar negeri. Menurut Nurul pengolahan sumber daya hayati yg kita miliki jauh lebih _simple_, tdk membutuhkan biaya terlalu besar dg menghasilkan nilai tambah yg sangat luar biasa. “Itulah yg akan saya beresin.” Nurul mengatakan bhw seandainya dia diberi kesempatan utk mengelola sumber daya alam RI, maka langkah pertama yg akan dilakukan adalah nanoisasi sumber daya alam RI. Dia beralasan krn produk² yg dihasilkannya sudah memiliki pasarnya yg jelas. Bahkan dia menjamin, di dunia kita bisa menjadi _the number one_ krn kita menjadi penguasa sumber bahan baku. Kita tinggal menguasai teknologinya saja. Bahkan dibanding dg negara lain dari segi teknologi pun kita bisa lebih unggul krn bahan bakunya ada di kita semua. Bahkan yg dapat dilakukan oleh mereka adalah hanya dalam bentuk kerja sama. Jangan sampai terjadi lagi tragedi spt ini: kita disuruh mengidentifikasi ini-itu begitu ditemukan mereka yg menciptakan produk²nya. Janganlah kita sampai ketinggalan, kita masih sangat bisa mengejar ketertinggalan terutama dalam bidang herbal nano, & juga yg lainnya.
Di awal fajar abad ke-20 para pemuda RI harus berani tampil sbg penggerak perubahan bangsa di garda depan. Di rumah sang Guru Pergerakan yg dijuluki juga Raja Tanpa Tahta, HOS Tjokro Aminoto, hampir semua pemuda tokoh pergerakan spt Soekarno, Hatta, dll berhimpun utk kemudian menjadi tokoh muda yg kelak dg gagah berani berjuang utk meraih Kemerdekaan RI. Maka, para pemuda RI pd zaman kiwari harus tampil lebih berani lagi dalam mengisi Kemerdekaan RI. Salah satu caranya adalah terus berkreasi melalui inovasi ilmu pengetahuan & teknologi. “Berkreasilah menjadi dirimu yg terbaik! Dan berhimpunlah utk membangkitkan kembali bangsa ini!” Itulah pesan penting Nurul yg ditegaskan dalam buku berjudul Surat Dari & Untuk Pemimpin terbitan Tempo Institute.
Melalui inovasi Iptek inilah Nurul telah memberi contoh baik dg sejumlah karya Iptek inovatif di bidang nanoteknologi. Berkat karya Iptek bidang nanoteknologi pula Nurul mampu meraih berbagai penghargaan bergengsi. Mendapat Penghargaan Hatakeyama Award sbg mahasiswa terbaik & Fuji Sankei Award sbg peneliti terbaik tahun 1995 di Jepang. Setelah pulang, pd 2004 mendapat penghargaan dari LIPI sbg Peneliti Muda Terbaik & Penghargaan dari Persatuan Insinyur Indonesia (Adhidarma Profesi) tahun 2005 & _The Best Innovation & Idea Award_ dari Majalah SWA. Delegasi RI utk menghadiri pertemuan Pemenang Nobel di Lindau Jerman, 2005. Tahun 2009 memperoleh perhargaan _ITSF-Science & Technology Award_ dari Industri Toray Indonesia sbg _Outstanding Scientist & Ganesha Widya Adiutama_ dari ITB pd Dies Natalis ke-50 serta menerima Habibie Award di bidang Ilmu Rekayasa dari _The Habibie Center_. Selain itu juga, Nurul mendapat penghargaan sbg presenter terbaik di berapa seminar. Nurul menjabat sbg ketua Masyarakat Nano Indonesia pd 2005-2018. Pd tahun 2014 Nurul kembali menyabet penghargaan _BJ Habibie Technology Awards (BJHTA)_ berkat capaiannya diterapkan di Industri dalam bidang Nanoteknologi & Rekayasa Produksi. Ditetapkannya Nurul sbg peraih penghargaan prestisius di ranah teknologi tsb setelah melewati seleksi ketat yg dilakukan Badan Pengkajian & Penerapan Teknologi (BPPT) sbg penyelenggara. Menurut BPPT, Nurul telah lolos menjadi terbaik melalui penilaian dalam kategori: aspek penemuan (invention), aspek kreatif, aspek efisien & efektif, aspek nilai tambah, serta aspek manfa’at. Tak hanya itu saja, ada kriteria tambahan seperti 10 poin kriteria penilaian seperti _state of the art, size of impact, degree of complexity, amount of effort, degree of maturity, originality, uniqueness, degree of advantage, completeness of action, & amount of result_.
Hasil temuan Nurul di bidang nanoteknologi ini juga mendapatkan penghargaan dari _World Intelectual Property Organization_ (WIPO) yg berbasis di Jenewa pd tahun 2016. Karya besarnya bukan hanya memberikan keuntungan ekonomi pd pribadinya saja, tapi juga ikut memperkuat pembangunan Bangsa Indonesia. Tak aneh, jika kini nama Nurul banyak dikenal para ilmuwan & pelaku industri baik sbg ilmuwan & inovator maupun sbg pengusaha teknologi yg berbakat.
Dirinya berharap ada payung hukum yg mengarahkan nanoteknologi sbg isu aktual dalam upaya meningkatkan daya saing industri nasional. Shg, pengembangan sumber daya alam (bahan baku local) yg diberi nilai tambah dapat meningkatkan daya saing industri nasional.
Nurul telah mempublikasikan 19 Paten & Hak Cipta (di antaranya 1 Paten Jepang yg telah di_granted_: diterapkan di Perusahaan Kyushu Tabuchi sejak 2003) & lebih dari 100 publikasi & pemakalah internasional & 140 publikasi & pemakalah nasional.
Itulah prestasi Nurul dalam pengkajian & penerapan nanoteknologi yg telah mendongkrak antusiasme peneliti pd umumnya. Sebab, selama ini peneliti RI hanya dikenal jago membuat konsep atau menelurkan teori & teknologi baru, tapi kesulitan menembus kalangan industri. Tdk ada proses hilirisasi karya penelitian mereka ke dunia industri.
“Saya ingin memaknai dari konteks ini bhw membangun bangsa ini seharusnya menjadi peran kita. Ini sudah jelas! Mari kita sedikit agak peras otak kita ini. Masa sih kita gak bisa mengangkat satu atau dua produk yg bisa berkontibrusi thd negara kita.” Itulah Sang Revolusioner Prof. Dr. Nurul Taufiqu Rochman, B. Eng., M.Eng. Ph.D.


Leave a comment

Categories